Kemerdekaan yang Terpasung

By L.N. Firdaus

Alumni PPSA/VI 2009, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI)

 

INSYA ALLAH tiga hari lagi kita akan merayakan HUT Kemerdekaan RI yang ke 78 dengan gegap gempita dan rasa suka cita yang meletup-letup. Antusiasme itu dapat diamati dari kesibukan warga  mendandan jalan-jalan dengan umbul-umbul, pintu gerbang utama. Setidaknya itu yang kami lakukan di RT 01/RW 06, Perumahan Delima Puri, Kelurahan Tobekgodang, Kecamatan Binawidya, Pekanbaru.

Kemerdekaan telah lama dianggap sebagai hak asasi manusia yang mendasar, di mana individu atau bangsa memiliki otonomi untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan kehendak mereka tanpa campur tangan yang tidak diinginkan.

Namun, ada situasi di mana kemerdekaan tampaknya terpasung atau terbatas, menghadirkan tantangan yang kompleks dan memicu refleksi mendalam tentang arti sejati dari kemerdekaan itu sendiri.

Salah satu contoh paling mencolok dari kemerdekaan yang terpasung adalah dalam konteks sistem pemerintahan otoriter. Di bawah rezim otoriter, warga negara sering kali memiliki keterbatasan dalam hal partisipasi politik dan ekspresi bebas.

Kebebasan berbicara, berkumpul, dan mengemukakan pendapat sering kali dibatasi atau bahkan dihukum. Meskipun demikian, banyak kasus menunjukkan bahwa keinginan untuk merdeka dan perubahan masih tetap hidup, meski harus menghadapi risiko dan konsekuensi yang serius.

Dalam konteks ekonomi, kemerdekaan juga dapat terasa terpasung akibat ketidaksetaraan yang ekstrem. Ketika sebagian besar penduduk mengalami kesulitan ekonomi dan tidak memiliki akses yang sama terhadap peluang, pendidikan, dan layanan dasar, kemerdekaan mereka untuk mencapai potensi tertentu akan terbatas secara signifikan.

Pengaruh kuat dari kelompok-kelompok elit yang mengontrol sumber daya dan kekayaan dapat membuat sebagian besar masyarakat merasa terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit dipecahkan. Joseph E. Stiglitz menggunakan istilah “The Paradox of Plenty”; negeri yang mengalami “kutukan sumberdaya alam”. Negeri yang kaya minyak, tapi sering mengalami krisis BBM. Negeri yang pinggangnya dikelilingi laut tapi ikan dan garam masih terus harus mengimpor.

Otonomi kampus di perguruan tinggi di republik ini juga masih terpasung dengan kawat berduri suara menteri plus administrasi yang kian hari kian kemaruk menjadi-jadi.

Perkembangan teknologi digital jugs membawa tantangan baru terhadap kemerdekaan, terutama dalam hal kemerdekaan informasi. Sementara internet memberikan akses luas terhadap informasi, platform media sosial, dan alat komunikasi, kita juga menyaksikan penyebaran disinformasi, peretasan data, dan pemantauan oleh pemerintah dan korporasi.

Ini bisa menghasilkan perasaan kemerdekaan yang semu, di mana individu mungkin merasa terhubung dan memiliki akses informasi, tetapi sebenarnya mereka terpapar pada manipulasi dan kontrol yang tersembunyi.

Jangan lupa bahwa kemerdekaan juga memiliki dimensi budaya dan identitas. Beberapa kelompok masyarakat mungkin merasa terpasung dalam aspek budaya mereka oleh dominasi budaya mayoritas atau penindasan budaya oleh kebijakan pemerintah. Ini bisa mengancam perasaan identitas dan otonomi budaya, dan dalam beberapa kasus, mendorong gerakan-gerakan pembebasan budaya.

Terpasungnya kemerdekaan memiliki dampak sosial yang signifikan, termasuk meningkatnya ketidakpuasan masyarakat, ketidakstabilan politik, dan potensi konflik.

Namun, kisah-kisah perjuangan di seluruh dunia juga menunjukkan bahwa manusia memiliki ketahanan yang luar biasa (resilience) dalam menghadapi rintangan terhadap kemerdekaan mereka. Perjuangan ini dapat memicu gerakan perubahan, menginspirasi kolaborasi lintas batas, dan akhirnya mengarah pada pemulihan kemerdekaan yang lebih besar.

Dalam mengejar kemerdekaan yang sejati, penting bagi masyarakat untuk merangkul nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan inklusivitas. Peningkatan pendidikan, partisipasi politik, dan kesadaran akan hak-hak individu dapat membantu mengatasi tantangan kemerdekaan yang terpasung. Selain itu, pengembangan teknologi yang bertanggung jawab dan etis juga dapat membantu memastikan bahwa kemerdekaan informasi tetap utuh dalam era digital.

Pentingnya kemerdekaan yang sejati tidak boleh diremehkan. Meski terkadang mungkin terasa terpasung, semangat kita untuk mencapai kemerdekaan seutuhnya dan membangun masyarakat yang adil dan inklusif tetap menginspirasi perjuangan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Selamat menyambut HUT Kemerdekaan RI ke 78, semoga Indonesia tetap jaya. Merdeka..!