Kecerdasan Hibrida

By L.N. Firdaus

Mendengar kata hibrida, minda saya langsung mengingat Kelapa Hibrida yang booming sekitar setengah abad lalu. Lebih unggul dari Kelapa Kampung.

Beberapa tahun belakangan, dunia otomatif mengembangkan mobil hibrida yang hemat bahan bakar fosil dibandingkan mobil biasa.

Sejak pandemik Covid-19 awal Maret 2020 yang makin melarat, heboh dengan perkuliahan sistim hibrida yang konon lebih unggul dibanding kuliah kovensional.

Tiga tahun sebelum Pandemi Covid-19, Werner Leodolter menulis buku “Digital Transformation Shaping the Subconscious Minds of Organizations: Innovative Organizations and Hybrid Intelligences” yang diterbitkan oleh Springer, Jerman (2017).

Buku ini mencuri perhatian saya karena menyajikan ikhwal transformasi organisasi yang yang inovatif melalui perpaduan kekuatan Minda Bawah Sadar manusia (Subconscious Minds) dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) sehingga melahirkan Kecerdasan Hibrida (Hybrid Intelligence, HI).  

Leodolter menawarkan sebuah kerangka kerja untuk memahami perubahan saat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang baru. Kecerdasan hibrida dalam kombinasi dengan pikiran bawah sadar dapat membangun fondasi pemahaman akan organisasi berorientasi pada masa depan yang  VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).

Bagaimana cara kerja HI sehingga diyakini dapat mentransformasi sebuah organisasi menjadi lebih lincah dan inovatif?

Organisasi adalah struktur sosial yang sangat kompleks di mana manusia merupakan elemen krusial. Dalam beberapa tahun terakhir, parameter dalam organisasi juga banyak mengalami perubahan oleh teknologi baru yang masif.  Artificial Intelligence (AI) menjadi penggerak utama Revolusi Industri 4.0.  Kepemimpinan organisasi konvensional pun kini mulai bergeser ke Digital Leadership (David et al. 2016; Elkingtong et al. 2017; Brett, 2019; Trost, 2020).

HI sesungguhnya berbasis pada  pemahaman psikologi perilaku dan sains kogniitif yang mengeksplor proses kerja otak yang berasosiasi dengan minda tak sadar (unconscious mind) dan minda bawah sadar (subconcious mind), semisal proses asesmen dan pengambilan keputusan organisasi dan semua atribut yang mempengaruhinya. Hanya sebagian kecil yang ditujukan pada minda sadar (conscious mind) dan kesadaran kita (awareness).

Minda sadar  dari sebuah organisasi diwakili oleh pernyataan misi, visi dan strategi organisasi yang dihasilkan dan tujuan strategis sebagai elemen penting untuk keselarasan, fokus, dan kontrol organisasi yang baik.

Sedangkan minda bawah sadar organisasi diwakili oleh budaya organisasi yang menjadi penentu utama keberhasilan transformasi organisasi tersebut. Budaya organisasi mencakup harapan, pengalaman, filosofi, dan nilai-nilai yang menyatukannya, dan dinyatakan dalam citra diri, interaksi dengan dunia luar, dan harapan masa depan. Hal ini didasarkan pada sikap bersama, keyakinan, adat istiadat, dan aturan tertulis dan tidak tertulis yang telah dikembangkan dari waktu ke waktu dan dianggap sahih.

Dari titik itu, pengkajian difokuskan untuk menemukan metoda dan piranti yang dapat mempengaruhi perilaku, dimamika kelompok, keputusan kepemimpinan dan seterusnya. Eksplorasi juga dilakukan untuk memastikan kondisi khusus apa yang memicu kreativitas dan inovasi dalam sebuah organisasi. Semua anasir tersebut ternyata bekerja dalam ranah minda bawah sadar (pikiran intuitif)  dan interaksinya dengan minda sadar (pikiran rasional).

Dalam analogi yang sederhana, struktur kesadaran dan alam bawah sadar sesungguhnya sudah diterapkan pada organisasi. Sosialisasi misi, visi, strategi, dan budaya organisasi sejatinya merupakan upaya untuk merekam gambaran besar (big picture) masa depan organisasi ke minda bawah sadar pada stakeholders. Jadi, orang-orang dalam organisasi tersebut sesungguhnya dimanipulasi agar secara positif melakukan aksi perubahan secara disiplin sesuai dengan tujuan organisasi.

Namun demikian, analogi otak organisasi tidak hanya sebatas pemahaman atas mekanisme kerja minda bawah sadar individu semata. Infrastuktur dalam sistem dan jejaring organisasi serta rancangan lingkungan kerja yang memungkinkan proses inovasi merupakan elemen esensial dari “minda bawah sadar organisasi”. Elemen-elemen ini tertanam dan saling terkait dalam infrastruktur organisasi dan informasi internal serta sumber pengetahuan.

Interaksi antara  “minda bawah sadar sebuah organisasi”  dan tindakan sadar karyawan di semua tingkatan organisasi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan dan berkelanjutan keberadaan organisasi di lingkungan yang semakin fluktuatif.

Oleh sebab itu, kemajuan teknologi Big Data, Media Sosial, AI, Augmented Reality, Internet of Things, dan Internet of Everything hanya akan berhasil digunakan oleh organisasi ketika mereka dengan cermat dan sengaja ditenun ke dalam “minda bawah sadar organisasi” dan ke dalam  infrastruktur organisasi tersebut.

Dengan demikian, transformasi digital  melalui metafor kecerdasan hibrida akan memformat “minda  bawah sadar organisasi” menjadi bagian yang konstitutif dari organisasi masa depan.  Dan itu  merupakan  salah satu tugas manajemen utama, bukan hanya “membiarkan hal itu terjadi” dengan sendirinya dan berjalan santai sembari menebarkan aroma BAU  (Business As Usual).***