Cara Gagal Menjadi Rektor

by L.N. Firdaus

Tak lama lagi Universitas Riau akan menggelar pemilihan Rektor untuk masa kepemimpinan 2022-2026.  Permenristekdikti  Nomor 19 Tahun 2017, Pasal 6, Ayat (1) menyatakan bahwa tahap penjaringan bakal calon dilaksanakan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Pimpinan PTN yang sedang menjabat.

Sampai tulisan ini diracik, belum ada memang peminat yang menyatakan diri secara terbuka untuk maju mencalonkan diri.

Kalau secara tertutup, saya sudah mendengar ada beberapa akademisi yang berminat dan merintis jalan untuk meraih suara Senator.

Ada juga yang bergerak di bawah tanah sembunyi-sembunyi hendak mengadang-ngadang calon pujaan hatinya.

Beberapa jajak pendapat tentang bakal calon yang potensial versi publik pun sudah ditebar secara maya sejak Desember 2021.

Tulisan ini saya racik, terkhusus bagi para peminat yang berhasrat kuat hendak menduduki kursi panas pucuk pimpinan UNRI 4.0.

Simak baik-baik pengalaman kegagalan saya. Jangan tiru cara saya ini jikalau betul-betul hendak menjadi Rektor. Dijamin 1000 persen Tuan-tuan atau Puan-puan akan menyesal seumur hidup. Gagal total..!

Tiga belas tahun yang lalu (31 Oktober 2009), di hari terakhir pemasukan berkas lamaran bakal calon Rektor, saya proklamirkan secara terbuka melalui tulisan di Harian Riau Pos (https://proffirdausln.wordpress.com/2009/10/31/transformasi-universitas-riau/).

Tidak ada seorang pun Sivitas Akademika UNRI yang saya bagi tahu bahwa saya akan melamar menjadi Rektor ketika itu, kecuali Istri dan Anak.

Tidak ada seorang pun Senator UNRI yang saya dekati atau saya jamu makan malam di hotel-hotel untuk merayu suara saat pemilihan nanti. Apatah lagi saya karantinakan.

Tidak ada seorang pun hulu balang yang saya utus naik pesawat ke Jakarta untuk melobi 35 persen suara Menteri.

Tidak ada satu pun Anggota DPR RI yang saya hubungi  agar mereka dapat membantu melobi suara Menteri di Jakarta.

Tidak ada satu pun Ormas yang saya approach  agar mereka dapat membantu melobi suara Menteri di Jakarta.

Tidak ada seorang pun Rekan Alumni Lemhannas R1 tahun 2009 yang saya minta tolong melobi suara Menteri di Jakarta.

Saya tidak menggunakan waktu, tenaga, biaya, dan pikiran untuk kegiatan-kegiatan yang tak sesuai dengan tradisi agung kecemerlangan universitas. Energi saya fokuskan untuk menuangkan visi akademik saya sebagai Calon Rektor yang tak sudi ber-KKN;  perkara haram yang menjadi euforia mahasiswa kala itu.

Pada hari pemungutan suara pemilihan Rektor yang disiarkan secara langsung melalui Riau Televisi itu,  saya persembahkan kehadapan Senator UNRI dua buku yang saya tulis berisi Visi Kepemimpinan Akademik:

  • Transformasi Budaya Akademik Menuju World Class Research University.RUEDC, Pekanbaru (2009) /ISBN 978-979-1222-89-1
  • Towards A Shared Vision on Higher Education: Transformational Academic Leadership, Learning Organization, and Management of Change.RUEDC Pekanbaru (2009), Indonesia (Preface by Prof. Dr. Michael Fremerey, ISOS University of Kassel, Germany) [ ISBN 978-979-1222-10-5]

Luar biasa gemuruh tepuk tangan para Senator UNRI selepas saya menyampaikan visi-misi Calon Rektor kala itu.  Bukan main berbunga-bunga hati saya waktu itu merasa yakin akan meraih suara terbanyak.

De facto? Saya hanya meraih SATU SUARA, yaitu SUARA SAYA SENDIRI ha..ha….

Apakah visi kepemimpinan yang saya tawarkan itu kurang bermutu? Empat tahun sebelum saya memutuskan ikut penjaringan, dalam bukunya “Change!”, Rhenald Kasali (2005) di halaman 272 menuliskan:

“Manajemen perubahan, suka atau tidak suka, harus menyentuh transformasi nilai-nilai. Tanpa menyentuh dan melakukan tranformasi nilai-nilai, manusia-manusia dalam suatu institusi akan tetap melakukan hal-hal sama dengan cara-cara sama seperti yang dilakukan di masa lalu.”

Dua tahun selepas saya mengajukan visi transformasi budaya itu,  terbit Buku “Culture Based Leadership” yang ditulis oleh Herry Thahjono (2011).  Di halaman 78 buku itu dituliskan:

“…proses transformasi budaya (termasuk culture building) merupakan sesuatu yang layak ditempatkan pada perioritas utama kegiatan kepemimpinan dan manajemen.”

Sebelum meninggalkan ruang pemilihan, saya dicegat Wartawan Riau Pos dengan pertanyaan, “Apa komentar Prof atas hasil pemilihan tadi?”

Jawab saya, “ Telah mati hati nurani akademik anggota senat UNRI”.

Demikianlah,  semoga bermanfaat bagi para Bakal Calon Rektor yang memerlukan.

“Belajar dari kegagalan adalah cara meraih kesuksesan”.

Semoga Berjaya..!